Friday 6 February 2009

alam tak lagi bersahabat..tanya kenapa???

Sebuah negeri bergelar jamrud khatulistiwa, sebuah negeri ’gemah ripah loh jinawi’...bernama Indonesia, seakan tak pernah luput dari musibah demi musibah alam yang menimpa. Banjir, Polusi udara-air-tanah, kekeringan, Lumpur Lapindo dan sederetan musibah lainnya menjadi akrab dengan kita. Awal tahun 2009, Indonesia kembali didatangi pelanggan bernama banjir. Sebagian besar wilayah Ibukota Jakarta, Pandeglang Banten, Makassar, Palembang, Bandung, sebagian besar wilayah Jawa Tengah di sekitar Bengawan Solo, Kalimantan...menjadi sederetan panjang tempat singgah banjir yang hingga kini masih saja enggan pergi. Ketika semua itu terjadi...sebagian besar dari kita hanya mampu bertanya....kenapa?


Alam enggan atau Manusia enggan???

”Mungkin alam mulai enggan....bersahabat dengan kita...”
Ya. Potongan lagu milik Ebiet G Ade diatas menjadi jawaban atas pertanyaan... kenapa? pertanyaan selanjutnya, benarkah alam mulai enggan? Mulai tak ramah pada manusia? Bila mengingat rentetan musibah- terutama banjir- yang hingga detik ini masih menghampiri, yang menelan begitu banyak korban dan harta benda, seakan membenarkan keengganan alam tersebut.


Ada yang bilang itu musibah, tapi banyak yang bilang itu adalah azab, dan inilah yang lebih tepat. Sebab...bukan alam yang enggan bersahabat tapi manusialah yang sudah semakin rakus dan enggan bersahabat dengan alam sehingga perlu disentil dengan sedikit keresahan. Sedikit? Ya. Sebab Allah masih sayang pada manusia. Seperti dalam QS Ar-Ruum: 41, ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”


Baru sebagian saja diperingatkan akibat perbuatannya, tapi kita sudah kelimpungan. Padahal sebelumnya kita sudah banyak melakukan kerusakan, dari menebang pohon seenaknya, membangun perumahan, vila, mall di daerah resapan air, buang sampah sembarangan, boros memakai air, dan sederetan kegiatan lain yang tak memperhatikan kelestarian alam. Ketidakseimbangan inilah yang membuat alam ’gerah’.


Hidup serasi dengan alam

Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi. Manusia diberi hak prerogatif dan otokrasi manusia atas apa yang ada di alam. Sebagai khalifah, manusia dibekali dengan ajaran-ajaran yang membawa umat manusia menuju kemuliaan hidup di dunia dan akhirat berhakekat rahmatan lil ‘alamin, hadir sebagai ajaran yang memberi rahmat bagi alam semesta. Termasuk bagi pemeluknya berarti berjuang, beribadah dan beraktivitas di muka bumi sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam. Memberi kepeloporan dan ketauladanan atas berbagai sendi kehidupan. Bersikap serasi dengan alam adalah salah satunya, memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam tanpa merusak kelestariannya.


Allah telah menundukkan apa saja yang ada di bumi untuk kesejahteraan manusia (QS An-Nahl: 13). dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Namun manusia mempunyai tanggung jawab untuk memakmurkan bumi (QS Huud: 61). Kemakmuran yang bukan hanya untuk manusia tetapi untuk seluruh bumi. Manusia boleh memanfaatkan rezeki Allah tersebut tetapi ia memiliki kewajiban pula untuk berbuat baik dan serasi kepada lingkungan. Hidup serasi dengan alam dirinci dalam 3 hal: (1) pemenuhan kebutuhan jasmani dan ruhani, (2) menjaga keseimbangan lingkungan dan sosial kemasyarakatan, (3) memakai sumberdaya yang ada secara efisien dan memperhatikan kelestarian lingkungan.


Tanamlah walau esok kiamat

“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang yang ada diantara keduanya dengan bermain-main.”(QS AdDukhaan: 38). Manusia yang bertauhid memandang firman Allah itu adalah amanah untuk dijalankan di muka bumi. Pun sangat ironis jika warga negara yang seorang muslim mempunyai misi sebagai pembawa rahmat atas alam semesta, dengan risalah membawa perbaikan terhadap bumi, ternyata justru menjadi penyebab destruksi ekologis dan hilangnya keseimbangan yang ada di muka bumi.


Ada banyak hal yang diajarkan islam dalam masalah lingkungan hidup secara konkrit. Tanamlah walau esok kiamat. Inilah salah satunya. Kalimat ini diucapkan Rasulullah 1400 tahun yang lalu, bahwa seandainya kita tahu esok hari kiamat dan di tangan kita ada bibit kurma, maka tetap disuruh untuk menanam. Ini adalah gambaran betapa kita tidak sekedar diperintahkan menjaga lingkungan tetapi menciptakan lingkungan hidup yang baik.


Pada saat perang pun Islam mengajarkan kita untuk berprilaku baik kepada lingkungan, saat para panglima menasehati para prajuritnya untuk tidak menebang pohon. Nah, perang saja tidak boleh menebang pohon, apalagi dalam keadaan damai?


Begitu juga dalam sebagian prosesi haji, ajaran tentang ekologi (kelestarian lingkungan hidup) dan keseimbangan ekosistem menjadi salah satu keunikan ibadah haji. Misalnya dalam kondisi ihram, seorang jamaah haji dilarang merusak alam, meskipun sekedar mencabut sebatang rumput atau membunuh seekor semut. Jika hal itu dilakukan, akan berakibat serius terhadap kesempurnaan ibadah haji lainnya.


Dalam masalah air, Islam juga melarang umatnya mencemari sumber air. Contohnya, kita dilarang buang air di air yang menggenang atau di bawah pohon-pohon yang sedang berbuah. Kenapa? Sebab dapat menmbulkan penyakit. Rasulullah juga menyuruh menggunakan air secukupnya dalam berwudhu. Bahkan dalam islam, ada konsep hima dan harim dalam hal perlindungan lingkungan. Hima adalah zona perlindungan meliputi suaka marga satwa, hutan alam, dan sumber daya alam lainnya. Sedangkan harim adalah zona larangan meliputi jalan raya, tanah di bawah naungan pohon dan tanah di sekitar sungai. Misalnya, harim atau daerah larangan untuk sungai adalah di kiri dan di kanan sungai sejauh setengah dari lebar sungai.


Let’s Do It!!!

Masalah ketidakseimbangan alam terutama di negeri tercinta kita ini, seperti tak kunjung usai. Pertanda memang ada ’something wrong’ dari tiap-tiap masyarakat Indonesia itu sendiri. Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini...ibukotanya dikenal sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi ketiga didunia, dikenal sebagai negara dengan tingkat kedisiplinan yang rendah, yang mengelola sampah saja bingungnya minta ampun, yang tak malu seseorang membuang sampah ke jalan walau ia bermobil sedan, yang hutannya semakin gundul karena lebih sering ditebang daripada ditanam, yang terumbu karang di laut semakin rusak karena banyak pengusaha yang lebih suka menggunakan peledak untuk menangkap ikan.


So, apa yang bisa kita lakukan?


Mulai dari diri sendiri dan lingkungan terkecil, jangan membuang sampah sembarangan, tidak berlebihan dalam menggunakan air, menjaga kelancaran dan kebersihan got di depan rumah dan sekitar, memilih AC dan lemari es yang ramah lingkungan (tanpa cloroflourocarbon alias CFC), mematikan komputer, AC, lampu bila sudah tidak digunakan lagi, mengurangi penggunaan plastik, menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan untuk kendaraan bermotor, dan sederetan kegiatan lainnya yang bisa sedikit banyak berpengaruh terhadap pengurangan pencemaran lingkungan. Buktikan bahwa kita mampu menjadi pemakmur alam ini dan bukan ’penghacur’. Sehingga kita tidak perlu bertanya pada ’rumput yang bergoyang’ tentang banyak musibah yang terjadi karena tak bersahabat dengan alam. Let’s do it!.


(Referensi: http://bloggeripb.wordpress.com/Konservasi alam dalam Islam, Majalah Annida No 19/XI/2002/Akrab dengan alam, http://almanaar.wordpress.com/Kesalehan alam dalam Islam)

No comments: